
Dalam kajian Ushul Fiqih ada istilah penting yang harus dipahami oleh seorang faqih atau mufti sebelum menetapkan hukum suatu hukum kasus tertentu, yaitu Takhrij al-Manath dan Tahqiq al-Manath.
Dua domain ini sangat penting dipahami sebab berkaitan dengan cara mengidentifikasi motif hukum (Illatul Hukmi) dari sumber utama syari’at Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits serta membuka ruang untuk mengasosiasi semua perkara yang menjadi cakupan dari dua dalil tersebut.
Takhrij al-Manath adalah mengidentifikasi motif hukum yang telah ditunjukkan oleh Nash Al-Qur’an atau Hadits dan atau Ijma’ dan motif hukum ini tidak dijelaskan secara konkrit oleh nash tersebut.
Sedangkan Tahqiq al-Manath adalah memastikan adanya kesesuaian antara motif (illat) yang sudah ditemukan dengan perkara yang akan ditetapkan hukumnya.
Karenanya, ketika ada perkara yang diajukan untuk ditetapkan hukumnya, maka mufti tidak serta merta menjatuhkan hukum boleh, sunnah, wajib, makruh, atau haram sebelum melewati dua proses takhrij dan tahqiq al-manath. Mufti harus memiliki penguasaan mendalam serta kemampuan analisis (malakatunnafs) terhadap nash Al-Qur’an, Hadits atau Ijma’ serta mengonfirmasi gambaran utuh dari perkara yang akan disikapi (konsep, kriteria maupun dampaknya).