
Peringatan Maulid Nabi bukan kegiatan yang baru lahir dalam dunia Islam. Kegiatan ini sudah muncul bahkan semarak sejak abad ke-5 Hijriah setelah Raja Mudzaffar Al-Kukburi merayakannya pertama kali di Kota Irbil, Irak. Sejak itu pula tidak ada ulama yang mengingkari keberlangsungan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Para Ulama besar pada masa tersebut dan generasi setelahnya seperti Al-Hafidz Ibnu Al-Jauzi Al-Hanbali (w. 597 H.), Al-Hafidz Ibnu Dihyah Al-Kalabi (w. 633 H.), Imam Abu Syamah al-Maqdisi al-Syafi’i (w. 665 H.), Imam Ibnu Al-Haj al-Maliki (w. 737 H.), Al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalani al-Syafi’i (w. 852 H.), Al-Hafidz Al-Suyuti al-Syafi’i (w. 911 H.), Imam Ibnu Abidin Al-Hanafi (w. 1252 H.), dan ulama lainnya tidak pernah melarang kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Namun, akhir-akhir ini dari sebagian kelompok yang sangat gencar menghujat peringatan Maulid Nabi dan membid’ahkannya. Dan untuk semakin memperburuk citra Maulid Nabi mereka menuduh bahwa peringatan ini berdalil dengan Abu Lahab yang statusnya adalah salah satu ra’sul Jahiliyah (pembesar orang-orang Jahiliyah). Asumsi dan klaim ini muncul karena ada riwayat yang menjelaskan bahwa Abu Lahab telah diringankan siksanya oleh Allah Swt. pada setiap hari senin karena dia (Abu Lahab) telah memerdekakan budaknya, Tsuwaibah sebagai tebusan atas kelahiran baginda Nabi Muhammad Saw. Namun mereka tidak sadar bahwa riwayat tersebut muncul dari sebuah mimpi salah saorang sahabat yaitu Sahabat Abbas bin Abdul Mutthalib.
Dalam kitab Fath Al-Bari Syarh Sahih Bukhari, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, juz 9, h. 145 disebutkan :
فتح الباري شرح صحيح البخاري للحافظ ابن حجر العسقلاني: ج 9 ص 145
وَذَكَرَ السُّهَيْلِيُّ أَنَّ الْعَبَّاسَ قَالَ لَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ رَأَيْتُهُ فِي مَنَامِي بَعْدَ حَوْلٍ فِي شَرِّ حَالٍ فَقَالَ مَا لَقِيتُ بَعْدَكُمْ رَاحَةً إِلَّا أَنَّ الْعَذَابَ يُخَفَّفُ عَنِّي كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ قَالَ وَذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُلِدَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَكَانَتْ ثُوَيْبَةُ بَشَّرَتْ أَبَا لَهَبٍ بِمَوْلِدِهِ فَأَعْتَقَهَا . اهـ
Imam Al-Suhaili menyebutkan bahwa Sahabat Abbas berkata: Setahun setelah Abu Lahab meninggal dalam keadaan yang buruk (terbunuh di perang Badar), saya melihat dia di dalam mimpiku dan berkata: Aku tidak menemukan ketenangan sama sekali melainkan siksaku diringankan oleh Allah setiap hari senin. Lalu Sahabat Abbas berkata: Yang demikian ini terjadi karena Nabi Muhammad dilahirkan pada hari senin dan Tsuwaibah memberitakan kelahiran tersebut pada Abu Lahab kemudian dia (Abu Lahab) memerdekakannya.
Dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha, juz 3, h. 414 disebutkan:
إعانة الطالبين : ج 3 ص 414
وقد جوزي أبو لهب بتخفيف العذاب عنه يوم الإثنين بسبب إعتاقه ثويبة لما بشرته بولادته – صلى الله عليه وسلم -، وأنه يخرج له من بين إصبعيه ماء يشربه كما أخبر بذلك العباس في منام رأى فيه أبا لهب. إهـ
Abu Lahab benar-benar mendapatkan balasan berupa keringanan siksa pada setiap hari senin karena telah memerdekakan budak perempuannya, yaitu Tsuwaibah setelah dia mengabarkan kepada Abu Lahab tentang kelahiran Nabi Muhammad Saw. Dan dari sela-sela jari jemari Abu Lahab keluar air minum. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Abbas setelah bermimpi bertemu Abu Lahab.
Di dalam Sahih Bukhari juga terdapat hadits Mu’allaq terkait dengan keringanan siksa bagi Abu Lahab :
صحيح البخاري: ج 7 ص 9
قَالَ عُرْوَةُ، وثُوَيْبَةُ مَوْلاَةٌ لِأَبِي لَهَبٍ: كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا، فَأَرْضَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ، قَالَ لَهُ: مَاذَا لَقِيتَ؟ قَالَ أَبُو لَهَبٍ: لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ . اهـ
Sorang tabi’in yang bernama Urwah berkata: Adapun Tuswaibah adalah budak perempuan Abu Lahab yang sudah dimerdekakan, lalu baginda Nabi disusui olehnya. Ketika Abu Lahab meninggal maka sebagian keluarganya bermimpi mengenai keadaannya. Yang bermimpi bertanya: Apa yang kamu dapatkan setelah meninggal? Abu Lahab menjawab: Aku tidak mendapatkan apapun setelah kalian melainkan aku diberi minum karena telah memerdekakan budakku.
Mengomentari riwayat ini, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki seorang Ulama besar dan Ahli Hadits dari Kota Makkah berkata:
حول الإحتفال بذكرى مولد النبوي الشريف للسيد محمد بن علوي المالكي الحسني: ص 23
وهذا الخبر رواه البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا، ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح، ورواه الإمام عبد الرزاق الصنعاني في المصنف ج 7 ص 478 والحافظ البيهقي في الدلائل وابن كثير في السيرة النبوية من البداية ج 1 ص 224 وابن الديبع الشيباني في حدائق الأنوار ج 1 ص 134 والحافظ البغوي في شرح السنة ج 9 ص 76 وابن هشام والسهيلي في الروض الأنف ج 5 ص 192 والعامري في بهجة المحافل ج 1 ص 41، وهذه الرواية وإن كانت مرسلة إلا أنها مقبولة لأجل نقل البخاري لها واعتماد العلماء من الحفاظ لذلك ولكونها في المناقب والخصائص لا في الحلال والحرام . إهـ
Riwayat tersebut termaktub dalam Sahih Bukhari pada bab Nikah secara mu’allaq. Dan dinukil pula oleh Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fath Al-Bari, diriwayatkan oleh Imam Abdurrazzaq al-Shan’ani dalam kitab Al-Mushannaf, juz 7 h. 478, dan Al-Hafidz Al-Baihaqi dalam kitab Al-Dala’il, Ibnu Katsir dalam kitab Sirah Nabawiyah dari Kitab Al-Bidayah, juz 1, h. 224, Ibn Diba’ al-Syaibani dalam kitab Hada’iq Al-Anwar, juz 1, h. 134, Al-Hafidz Al-Baghawi dalam kitab Syarh Al-Sunnah, juz 9, h. 76, Imam Ibn Hisyam dan Al-Suhaili dalam kitab Al-Raudh al-Unuf, juz 5, h. 192, Imam Al-Amiri dalam kitab Bahjah al-Mahafil, juz 1, h. 41. Berbagai riwayat tersebut meskipun mursal tetap bisa diterima (sebagai Hujjah) karena Imam Al-Bukhari telah menukilnya dan para Ulama bersandar kepadanya dan berlaku dalam pembahasan manaqib dan kekhususan bukan dalam tema halal dan haram.
Dan perlu diingat bahwa riwayat-riwayat tersebut bukan dalil primer atas kebolehan melakukan peringatan Maulid Nabi melainkan sebagai hujjah pendukung serta memberikan penekanan mengenai keistimewaan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Sebagai catatan pula, yang menjadi Hujjah bukan semata-mata karena Abu Lahabnya tetapi keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepadanya (berupa keringanan siksa pada setiah hari senin) karena telah bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad yang dibuktikan dan diekspresikan dalam bentuk I’taq (memerdekakan budak), selain itu juga meninjau dari riwayat ini yang kualitasnya sebagian shahih dan sebagian mursal (kadar mursal yang diterima) sehingga dalam kajian Istinbat bisa riwayat tersebut bisa dijadikan hujjah.
Semoga manfaat ..!