
Salah satu aspek penting dalam memahami Al-Qur’an yaitu dengan mengidentifikasi dan memahami keadaan yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an tersebut. Asbabun Nuzul tersusun dari dua kata yaitu Asbab (bentuk plural dari kata sababun) yang berarti beberapa sebab. Sedangkan kata Nuzul adalah Isim Masdar dari fi’il Madhi Nazala, Yanzilu, Nuzulan yang berarti turun. Dalam fan ini, kata Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur’an. Adanya Asbabun Nuzul ini menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt. bukan sekedar sebagai bahan bacaan tetapi juga agar dipahami supaya menjadi tolak ukur serta pedoman untuk menjawab persoalan dan peristiwa yang terjadi baik hari ini maupun di masa mendatang. Dengan demikian maka Al-Qur’an benar-benar menjadi kitab suci yang dinamis dan mampu berdialog dengan perbuahan zaman.
Dalam tulisan ini akan fokus menyajikan Asbabun Nuzul QS. Al-Baqarah/2: 155-156 yaitu:

Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un” sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada Allah kami kembali.
Secara garis besar, QS. Al-Baqarah/2: 155-156 ini turun berkenaan dengan kondisi sulit yang dialami umat Islam periode pertama. Mereka diliputi kekhawatiran dari berbagai kehidupannya, khawatir akan serangan musuh serta perlakukan intimidasi kafir Qurays, kelaparan yang menimpa karena harus meninggalkan untuk hijrah dari tanah kelahirannya selain itu, orang-orang musyrik telah memberlakukan aturan pembatasan pasokan makanan untuk mereka, berkurangnya harta yang disebabkan kerugian dalam berniaga yang diakibatkan oleh pembatasan komunikasi dan bertransaksi dengan umat Islam, kehilangan harta, berkurangnya jiwa dan buah-buahan.
Allah menurunkan ayat ini bertujuan untuk meringankan beban psikis, meneguhkan jiwa serta memberikan ketenangan kepada umat Islam bahwa musibah yang menimpa mereka adalah ujian dari Allah Swt. yang harus disikapi oleh Umat Islam dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Allah pula menjanjikan jaminan kepada orang-orang yang bersabar bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang besar serta balasan yang lebih baik terutama di akhirat kelak.
Turunnya ayat ini ternyata memberikan dampak postitif kepada umat Islam, mereka justru lebih tenang dan tegar dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Ada kisah yang berkaitan dengan hal ini sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Musnah Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 26, h. 262 melaluir riwayat Umu Salamah, dia berkata :
Pada suatu hari, Abu Salamah menemuiku setelah bertemu dengan Rasulullah Saw. dia berkata: “Wahai Umu Salamah, sungguh aku Mendengar suatu ucapan dari baginda Rasulullah Saw. yang membuatku senang. Rasulullah Saw. bersabda: Tidak ada sorang muslim yang tertimpa musibah lalu membaca “Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un” dan membaca doa “Ya Allah berikan aku pahala karena musibah ini dan berikan aku ganti yang lebih baik darinya” melainkan dikabulkan doa itu”. Kemudian Umu Salamah berkata: Kemudian aku hafalkan doa itu. Ketika Abu Salamah meninggal, aku (Umu Salamah) membaca kalimat Istirja’ dan aku berdoa dengan doa tersebut, lalu aku melakukan introspeksi diri dan bertanya: “Dari mana aku akan memperoleh yang lebih baik dari Abu Salamah”. Setelah masa iddahku berakhir, Rasulullah meminta izin kepadaku, saat itu aku sedang menyamak kulit untuk diriku, lalu aku mencuci kedua tanganku dengan daun Qaradh (daun yang digunakan sebagai bahan membersihkan kulit tadi) dan aku mengizinkan Rasulullah untuk masuk, aku menyiapkan bantal tempat duduk yang berisi sabut. Kemudian Rasulullah duduk dan menyampaikan lamaran kepadaku.
Setelah Rasulullah selesai berbicara, lalu aku berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah, keadaanku ini akan membuat anda tidak berminat, aku seorang wanita yang sangat pecemburu, maka aku takut jika anda melihat sesuatu dariku yang membuat aku disiksa oleh Allah, aku seorang wanita yang sudah tua dan mempunyai banyak anak”. Lalu Rasulullah Saw. menjawab: “mengenai kecemburuan yang telah engkau sebutkan tadi, Semoga Allah melenyapkannya dari dirimu. Dan usia yang engkau sebutkan, maka aku pun juga mengalami apa yang engkau alami. Dan mengenai keluarga yang engkau sebutkan itu, sesungguhnya keluargamu adalah keluargaku juga”.
Di dalam tafsir Al-Qurtubi dijelaskan. Sahabat Ikrimah menceritakan suatu kejadian di kediaman baginda Nabi Saw. Pada suatu malam lampu penerang Rasulullah Saw. padam, kemudian Rasulullah Saw. mengucapkan kalimat tarji’ (Inna Lillahi wa Inna Ilaihri Raji’un). Lalu beliau ditanya: “apakah ini termasuk musibah wahai Rasulullah?” lalu Nabi menjawab: “setiap perkara yang menyulitkan atau menyakiti orang mukmin maka termasuk musibah”.
Dengan demikian, maka setiap orang akan mengalami musibah dalam berbagai bentuk, ada musibah yang berupa ketakutan, kekhawatiran, kelaparan, kurangnya bahan makanan, kerugian dalam perniagaan, dan musibah yang menimba jiwa, seperti sakit, terjadi kecacatan, luka-luka, maupun kematian. Musibah yang dialami seseorang tetap harus disikapi dan diterima dengan penuh ketabahan dan kesabaran sebab melalui kesabaran ini, Allah telah menyiapkan pahala yang besar serta menyiapkan pengganti yang lebih baik dari apa yang telah hilang dari orang tersebut.
Semoga bermanfaat..!